Dompu, TOFONEWS.COM – Pemerintah Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) selama 3 (tiga) hari, sejak hari selasa melaksanakan workshop tentang Peta Jalan Program Literasi dan Numerasi Pendidikan di Kabupaten Dompu 2018-2021. Kegiatan ini adalah rangkaian dari program kegiatan Inovasi Pendidikan kerjasama Indonesia-Australia.
Kegiatan yang dilaksanakan di aula Pendopo Bupati Dompu ini, melibatkan secara lanngsung beberapa stakeholder hebat seperti, Bappeda & Litbang. Dinas Dikpora bersama seluruh, Pengawas, Kepala Sekolah, Guru, Dewan Pendidikan, LPTK maupun fasilitator daerah dan pusat.
Kegiatan hari pertama masih berisi pemaparan, diskusi, presentasi kelompok dan perumusan dan perangkingan isu-isu strategis pendidikan yang terbagi dalam dua kelompok yakni yang membahas aspek manajemen sekolah dan soal pembelajaran di Sekolah Dasar (SD).
Ada 36 isu yang berhasil diidentifikasi mulai dari lemahnya organisasi KKG, MKKS, kepemimpinan kepala sekolah, kesenjangan sekolah dengan masyarakat, akreditasi sekolah, pekerja anak, sekolah inklusi, lemahnya partisipasi masyarakat, supervisi, buruknya kinerja guru bersertifikasi, cara mengajar guru yang kurang menarik, distribusi guru, GTT yang melimpah, pengangkatan kepsek yang tidak berdasarkan tes kecakapan dan lain-lain.
Menjadi heran ketika dihadapkan dengan fakta-fakta rendahnya kinerja pendidikan di Dompu. Dimana dari 10 Kabupaten/Kota di NTB, Kabupaten Dompu berada di urutan 9 sedangkan Kabupaten Bima berada di posisi juru kunci. Misalnya dari 212 SD di Dompu hanya 28% siswa yang bisa baca, sedangkan yang mampu membaca dan memahami isi bacaan lebih kecil lagi.
Begitu juga hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) cukup rendah yakni hanya mencapai nilai 46 dari rata-rata nasional 56. Angka tertinggi ditempati Kota Mataram. Buruknya kinerja guru mengakibatkan efek domino yakni buruknya kinerja siswa baik dalam bentuk tidak naik kelas, mengulang maupun rendahnya tingkat partisipasi pendidikan.
SD yang memperoleh akreditasi “A” juga hanya dua, itu pun setelah melalui pembinaan berkali-kali. Jumlah Guru Tidak Tetap (GTT) juga melimpah, dari 600 yang dibutuhkan membengkak hingga 3.064 orang. Itu baru sebagian kecil dari isu-isu pendidikan yang muncul.
Meski menghadapi berbagai persoalan besar, tapi tim inovasi pendidikan Kabupaten Dompu sangat optimis bahwa persoalan pendidikan di Dompu secara bertahap akan dapat teratasi. Yang diperlukan adalah komitmen para pemangku kepentingan agar saling bahu-membahu. Kondisi ini mungkin ironis di tengah capaian ekonomi Dompu yang mencengangkan, terutama melalui komoditas unggulan jagung. Bupati Dompu menargetkan, hingga selesai kepemimpinan keduanya nanti pada 2020 ada peningkatan jumlah SD yang mendapatkan akreditasi “A” sekitar 7,5%. Begitu pula pengangkatan kepala sekolah akan dilakukan lebih selektif. (Ilyas)