DOMPU, MATITINEWS.COM – Pemerintah masih belum menentukan dengan pasti jadwal pelantikan kepala daerah (Gubernur- Wakil Gubernur, Bupati – Wakil Bupati dan Walikota – Wakil Walilkota hasil Pilkada 27 November 2024. Bahkan jadwal tersebut masih akan dibahas di Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, KPU juga Bawaslu nanti Rabu, 22/01/2025 guna merumuskan opsi pelantikan terhadap Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dimaksud
“Komisi II DPR RI akan segera mengundang saudara Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu DKPP untuk merumuskan opsi-opsi pelantikan,” kata Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda kepada wartawan, Selasa (14/1/2025) kepada detik.com yang dikutip matitinews.com
Dia menjelaskan, ada dua opsi terkait pelantikan kepala daerah terpilih. Pertama, bisa digelar setelah seluruh putusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi berkekuatan hukum yakni pada 13 Maret 2025.
“Sebagaimana yang kita tahu, yang pertama adalah pelantikan serentak, artinya pelantikannya digelar setelah seluruh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berkekuatan hukum itu sekitar tanggal 13 Maret dan pelantikannya tentu kita serahkan kepada presiden karena dasar hukum pelantikan itu adalah Peraturan Presiden,” kata Rifqi.
Lalu opsi kedua, lanjut Rifqi, pelantikan kepala daerah dilakukan pada 7 Februari untuk gubernur dan 10 Februari untuk bupati dan wali kota. Opsi ini, kata Rifqi, dilakukan bagi mereka yang tidak berkaitan dengan sengketa pemilu di MK.
“Atau opsi kedua kita serentak untuk yang tidak bersengketa sesuai peraturan presiden yang ada pada tanggal 7 Februari pelantikan Gubernur dan 10 Februari pelantikan Bupati dan Walikota,” ujarnya.
Rifqi menyadari ada problematika hukum terkait pelantikan kepala daerah Pemilu 2024 ini. Menurut Rifqi, ada peraturan yang menyatakan pelantikan bisa dilaksanakan setelah seluruh sengketa diputus.
“Terkait dengan pelantikan kepala daerah serentak hasil pemilu 2024 terdapat dilema atau problematika hukum, di satu sisi pertimbangan hukum MK nomor 46 tahun 2024 menyatakan bahwa pelantikan baru bisa dilaksanakan setelah seluruh sengketa di MK selesai atau telah mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum kecuali yang akan melaksanakan pemilihan ulang, penghitungan suara ulang atau pengulangan pilkada karena adanya keadaan mendesak,” tuturnya.
Tak hanya itu, Rifqi menyebut ada juga peraturan yang menyebutkan tahapan pelantikan waktunya bisa dilakukan setelah penetapan KPU. Dalam hal ini, jika menunggu putusan MK, maka ada kecenderungan melanggar ketentuan 2 pasal undang-undang.
“Di sisi lain Undang-undang nomor 7 tahun 2017 Pasal 160 dan 160 a menyebutkan bahwa tahapan pelantikan itu adalah suatu konsekuensi dari penetapan yang telah dilakukan KPU di provinsi, Kabupaten, kota, yang waktunya telah diatur sedemikian rupa sehingga kalau menunggu putusan MK usai semua pada sekitar pertengahan Maret 2025, maka ada kecenderungan melanggar ketentuan 2 pasal undang-undang,” ujar Rifqi. (Idin)