Oleh Drs.H.Mokh. Nasuhi, M.Si
“Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” (Presiden Soekarno)
(ta,bar rimaahu izdaj tama’na tafarruqan waizdaf taraqna tafarraqat ahaada) “Tombak-tombak kalau bersama tidak dapat dipatahkan, apabila terpisah antara satu sama lain, ia akan patah satu demi satu” (Syair Arab)
Makna Generasi Muda
WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa seseorang yang dikatakan muda adalah bagi mereka yang berusia 10-24 tahun, sedangkan usia 10 -19 tahun disebut dengan "adolescenea" atau remaja. Namun menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Definisi Pemuda adalah mereka yang berusia 18 hingga 35 tahun.
Usia muda merupakan masa perkembangan secara biologis dan psikologis. Selain itu, pemuda juga selalu memiliki aspirasi yang berbeda dengan aspirasi masyarakat pada umumnya. Dalam makna positif aspirasi yang berbeda ini disebut dengan semangat pembaharu yang kreatif dan inovatif.
Generasi muda adalah salah satu komponen yang perlu dilibatkan dalam pembangunan baik secara nasional maupun di daerah, karena memiliki sumber daya manusia yang potensial yang mendukung keberhasilan pembangunan daerah. Mengapa demikian? karena generasi muda memiliki Fisik yang kuat, pengetahuan baru, inovatif dan tingkat kreatif yang dapat digunakan untuk membangun daerah dan secara umum dapat membangun Negara Indonesia di masa yang akan datang.
Antara Toleransi dan Tasamuh Secara terminologi, kata “tolerance” (toleransi) sebagaimana dalam The New International Webster Comprehensive Dictionary of The English Language (1996:1320) diartikan dengan menahan perasaan tanpa protes (to endure without protest). Artinya seseorang tidak berhak protes atas argumen orang lain, meskipun itu adalah gagasan yang salah dalam keyakinan. Inilah toleransi dalam pengertian Barat.
Berbeda dengan Islam. Islam mengartikan toleransi dengan istilah “tasamuh”. Dalam kamus al-Muhit, Oxford Study Dictionary English-Arabic (2008:1120) istilah tasamuh memiliki arti tasahul (kemudahan). Artinya, Islam memberikan kemudahan bagi siapa saja untuk menjalankan apa yang ia yakini sesuai dengan ajaran masing – masing tanpa ada tekanan dan tidak mengusik ketauhidan.
Dr Yusuf al-Qaradhawi dalam Ghair al-Muslimin fii al-Mujtama’ Al-Islami yang memaknai konsep tasamuh dalam beberapa hal. Tasamuh adalah keyakinan terhadap kemuliaan manusia, apapun agamanya, kebangsaannya dan kerukunannya. Selain itu, tasamuh juga berarti keyakinan bahwa Allah Subhanahu Wata’ala memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi pekerti mulia meskipun kepada orang musyrik. Tasamuh justru mengajarkan kita untuk meyakini kebenaran hanya berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala, atau dengan kata lain tasamuh menghendaki adanya pluralitas bukan pluralisme.
Tasamuh mengandung konsep yang rahmatan lil ‘alamin. Berdasarkan surat an-Nahl ayat 90 : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Didalam menjalankan tasammuh atau toleransi ini kita dianjurkan untuk; Pertama, Mengakui adanya persamaan hak (QS. Al Hujurat Ayat 13): “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Kedua, Tidak semena mena terhadap orang lain sebagaimana tertuang dalam QS. Al-Maidah ayat 8; “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Ketiga, Tidak mengejek sesembahan orang lain; Tidak boleh menyerang dan mencela yang membuat orang tersebut sakit dan tersiksa perasaannya. Asas tersebut terkandung dalam Q.S Al-An’am ayat : 108: “dan janganlah kamu memaki sembahan- sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”.
Indikator Toleransi Beragama dan Peran Generasi Muda Toleransi mempunyai kedudukan yang penting dalam terwujudnya kerukunan umat beragama. Tanpa toleransi maka kerukunan umat beragama tidak terwujud. Dalam toleransi perlu adanya saling pengertian, saling menghormati, serta saling menghargai kesetaraan dalam me-ngamalkan ajaran agamanya.
Toleransi ini dapat dibagi menjadi beberapa tahapan atau strata yaitu:
Pertama, Zero Tolerance; Masyarakat yang masuk dalam kategori ini pada umumnya belum mampu menjadikan toleransi sebagai kebajikan, tidak mempunyai kesepakatan yang mampu menyadarkan mereka tentang pentingnya toleransi.
Kedua, Relatif Tolerance; Pada umumnya, negara-negara modern sudah masuk dalam kategori ini, karena mereka mempunyai kesepakatan atau kebijakan publik yang secara eksplisit menjadikan toleransi sebagai bagian terpenting dalam paket domokratisasi.
Ketiga, Active Tolerance; Masyarakat yang masuk dalam kategori toleransi aktif (active tolerance). Kategori ini, harus diakui merupakan kategori terbaik dan paling ideal, karena toleransi telah menjadi nalar dan tingkah laku setiap individu.
Toleransi sebagai kebajikan juga diperkuat oleh kebijakan publik yang secara nyata mendorong dan membumikan toleransi. Negara-negara yang menerapkan multikultural sebagai kebijakan publik, pada umumnya merupakan contoh paling baik. Dalam konteks ke-Indonesiaan, tentu saja masalahnya tidak kalah rumit. Hal ini karena potensi untuk menjadi zero-tolerance dan active tolerance sama-sama ada.
Sejauh ini, negara kita bisa dikatakan sebagai relative tolerance, karena mempunyai kebijakan publik yang mewadahi kerukunan dan toleransi. Salah satunya dengan membentuk Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Indonesia sebagai bangsa yang besar dan terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras dan golongan, tentunya sangat perlu memiliki sikap toleran. Dalam hubungannya dengan agama, toleransi menjadi sesuatu yang sangat penting. H. Kasno Sudaryanto, Sekretaris FKUB Jawa Timur; Toleransi beragama dapat dibagi dalam enam indikator. Pertama, saling menerima keberadaan umat beragama lain. Kedua, mengerti kebutuhan beragama lain. Ketiga, percaya dan tidak saling mencurigai antar sesama umat. Keempat, ada kemauan untuk tumbuh dan berkembang bersama. Kelima, rela berkorban untuk kebaikan bersama. Terakhir yaitu keenam, mengedepankan nilai-nilai ajaran universal agama (kejujuran, kedamaian, menghormati, taat pada pimpinan/ pemerintah).
Di Indonesia ada enam (6) agama yang diakui yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa agama dengan penganut terbanyak adalah Islam. Agama Islam menjadi agama mayoritas di negeri ini. Dengan demikian, lima agama lainnya akan dianggap sebagai agama minoritas. Adanya perbedaan antara mayoritas dan minoritas inilah yang biasanya sering menimbulkan gesekan dan problema di kalangan para umat.
Untuk itu, anggapan-anggapan negative seperti bahwa minoritas biasanya akan mendapat diskriminasi dari mayoritas harus dihilangkan. Karena dalam hukum universal terdapat aturan-aturan atau ketentuan yang melindungi hak-hak minoritas. Ketentuan tersebut antara lain termuat dalam: Piagam PBB 1945 (pasal 1 dan 55), Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya 1966 (pasal 2), Kovensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras 1965 (pasal 1), Konvensi UNESCO tentang Anti Diskriminasi dalam Bidang Pendidikan 1969 (pasal 1), Deklarasi UNESCO tentang Ras dan Prasangka Ras 1978 (pasal 1, 2, dan 3), Deklarasi tentang Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama dan lain-lain.
Menpora, Imam Nahrawi menekan, pemuda harus masuk barisan dan menjadi benteng terdepan dalam memelihara kerukunan umat beragama dan keanekaragaman budaya bangsa. Untuk itu ia mengingatkan kita semua bahwa isu SARA sangat sensitif dan berpotensi menyebabkan instabilitas bangsa dan negara “Para pemuda tentu dapat belajar dari pengalaman sejarah bahwa rusaknya perdamaian sosial dan kerukunan umat akan berdampak negatif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga mereka, bersama-sama tokoh agama dan masyarakat, harus dapat mewaspadai dan menghentikan upaya-upaya pihak tertentu yang ingin memancing di air keruh dan menebarkan kebencian diantara sesama umat beragama dan anak bangsa,” tutur Menteri asal Bangkalan Madura seperti dilansir http://dekandidat.com/2015/07/24/ ini.
Pesan Raja Salman Untuk Indonesia, Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz Al-Saud meminta masyarakat Indonesia untuk tetap menjaga kemajemukan dan toleransi antarumat beragama. Pesan itu disampaikan Raja Salman saat bertemu sejumlah tokoh lintas agama. Pertemuan itu juga didampingi Presiden Joko Widodo, di hari ketiga kunjungannya di Jakarta pada Jumat (3/3).
“Selain meminta umat Muslim Indonesia untuk mempertahankan Islam moderat yang Rahmatan Lil Aalamin, Raja Salman juga menyampaikan pentingnya menjaga toleransi dan harmoni antar umat Islam dan agama lain di Indonesia,” ujar Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi yang turut mendampingi Jokowi.***