DOMPU – Pelaksanaan program Perhutanan Sosial di Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), ternyata masih harus dihadapankan dengan beberapa masalah yang sangat krusial terutama berkaitan mindset (pola pikir) masyarakat setempat dalam penguasaan lahan.
Ir. Muttakun, Ketua Komisi I DPRD Dompu dalam beberapa investigasi yang dilakukannya telah menyimpulkan beberapa persoalan pokok pada pelaksanaan program perhutanan social dimaksud.
Menurut anggota Fraksi Partai NADEM ini, diantara persoalan mendasar yang dia temukan adalah, tentang pemahaman masyarakat yang masih menganggap hutan sebagai obyek sosial ekonomi semata yang bebas dieksploitasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa memperhatikan fungsi ekologi seperti untuk mempertahankan ekosistim dan perlindungan sumber mata air, cagar budaya, perlindungan jenis tanaman endemi dan perlindungan sarana produksi lebah alam dan lain lain.
Hal lain lanjut Muttakun adalah, kurang kesadaran masyarakat secara kolektif untuk turut memelihara dan memanfaatkan hutan yang dapat memberi nilai ekonomi, wisata dan budaya sekaligus nilai ekologi. Selain itu perubahan dan pengalihan fungsi kawasan hutan menjadi areal budidaya. “Yang paling memprihatinkan adalah masih ditemukan prilaku jual beli lahan dalam kawasan hutan”, tegas Muttakun.
Kasus lain yang dia temukan yakni, tidak jelasnya siapa pemegang ijin HKm dan Ijin Kemitraan karena tidak ada pertemuan rutin yang bisa dimanfaatkan untuk sarana kontrol bagi pengurus dan anggota Kelompok Tani Hutan. “Pengelola HKm atau Pemegang Ijin Kemitraan sudah banyak berpindah tangan kepada pihak lain”, urainya.
Fakta paling buruk yang ditemukan Muttakun adalah, rendahnya kesadaran masyarakat untuk diajak mewujudkan “program hutan lestari, masyarakat sejahtera” yang digaungkan melalui program perhutanan sosial. Terlebih lagi pada areal IUPHKm dan Ijin Kemitraan, diketahui telah banyak dikelola oleh pihak yang tdk lagi memenuhi syarat untuk mendapatkan IUPHKm dan Ijin Kemitraan.
Karenanya sebagai wakil rakyat Muttakun mendukung sepenuhnya sikap tegas yang harus diambil oleh Dinas LHK Propinsi NTB dan tentu saja harus juga mendapat dukungan dari Pemkab Dompu serta Aparat Penegak Hukum (APH) baik dari jajaran Polda NTB maupun Polres Dompu dan Balai Gakkum Jabalnusra untuk bersama-sama membantu menertibkan sekaligus meluruskan dan membangun kembali mainset petani dan masyarakat tentang “Pengelolaan Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera”.
“Langkah tegas perlu diambil sekarang, karena ada banyak warga dan petani di Dompu yang telah sedang dan akan mengelola areal kawasan hutan. Mereka sudah tidak lagi memperhatikan visi dan misi pengelolaan hutan lestari”, tegas Muttakun.
Muttakun juga menyayangkan sikap pemerintah yang selama ini telah memberi akses atau ruang bagi masyarakat dan petani dalam mengelola areal kawasan hutan untuk sumber kehidupan petani dan keluarganya. Parahnya lagi lanjut dia, akses yang diberikan justeru tidak dibarengi dengan penyiapan prakondisi masyarakat dengan pelatihan pemberdayaan dan pembinaan. “Sehingga tidaklah heran program perhutanan sosial yang misinya untuk mewujudkan “Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera”, jauh panggang dari api”, sesal Muttakun. (Idin)