Dalam Islam praktek penyuapan merupakan amalan yang sangat dilarang oleh Allah Jalla Jalaaluh dan termasuk dalam golongan dosa besar dimana pelakunya baik pemberi maupun yang menerima suap, tempat bagi mereka hanya di Neraka. Penyuapan juga dilarang oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum.
Usai sholat Ashar di salah satu Masjid di Kabupaten Dompu, seorang teman duduk mendekat, kelihatannya dia belum sempat menuntaskan dzikir sore untuk menyambut datangnya malam. Rupanya dia hendak bertanya tentang kedatangan tamu yang konon hendak membagikan uang imbalan untuk memilih salah satu calon anggota DPRD, DPRD Provinsi dan DPR RI juga Calon Presiden (Capres).
“Besok pemungutan suara, belum ada satu Tim dari para calon Presiden dan calon Legislatif (Caleg) yang mendatangi saya. Padahal di rumah saya ada 4 suara pasti,” sebutnya seperti menggerutu. “Lumayan pak, bisa dapat 2 juta. Katanya per orang Rp 500 ribu,” tambahnya.
Pada pagi hari tadi, saat bercengkerama dengan sejumlah jurnalis gaek di Dompu, seseorang pun menghampiri sembari mendongkol karena tetangganya kebagian uang dari calon Presiden dan para caleg. “Saya besok bersama keluarga tidak akan ke TPS untuk mencoblos,” ketusnya.
Cerita tentang uang suap dari para caleg dan calon Presiden ini rupanya bukan sebatas desas desus akan tetapi uangnya sudah sampai di tangan warga sejak empat hari lalu. Bervariatif memang, para caleg DPRD Kabupaten ada yang menebar Rp 150 ribu, Rp 250 ribu hingga Rp 400 ribu per suara. Bahkan ada yang lebih dahsyat yakni, Rp 500 ribu ditambah beras 5 kilo gram (Kg) per suara. Sedangkan Caleg Provinsi ada yang bayar suara Rp 100 hingga Rp 150 ribu per orang demikian pula dengan Caleg DPR yang menebar Rp 50 hingga Rp 100 ribu per suara.
Gerakan untuk mengantisipasi terjadinya praktek money politic di kalangan mansayarakat di Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diantaranya dengan melaunching Kelurahan Anti Politik Uang di Kelurahan Kandai Satu.
Tidak jauh będą dengan Desa dan Kelurahan lain di Dompu, warga di Kelurahan Kandai Satu juga tidak bisa menolak datangnya uang yang dikirim oleh para Caleg dan Capres. Masyaraka di Kelurahan ini sudah lupa dengan deklarasi anti politik uang yang pernah dicanangkan bersama sejumlah tokoh masyarakat dan Bawaslu.
“Bagaimana mencegah politik uang ini tanya saya ke Panwascam, masyarakat alasannya menerima uang itu sebagai uang capek karena menjadi tim sukses. Susah sekali untuk menangkap mereka, tapi memang aroma money politik ini harumnya ada dan menggoda warga,” ungkap Lurah Kandai Satu, Deny Rahmansyah S.S.
Masyarakat pemilih sepertinya sudah tidak mampu membedakan mana halal dan haram. Bagi mereka adalah uang menjadi jaminan untuk menentukan pilihan baik dalam memilih Capres maupn Caleg. “yang pasti uang itu bukan hasil curian, kita tidak memintanya,” ungkap warga yang masih menunggu kedatangan Caleg dan tim Capres yang akan mengantarkan uang jatahnya. (red)