DOMPU, MATITINEWS.COM – Penelitian dengan cara ekskavasi atau penggalian di situs Doro Mpana, Kelurahan Kandai Satu, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu oleh Tim dari Balai Arkeologi Denpasar telah selesai dilakukan. Hasil penggalian yang digelar selama dua minggu tersebut, umumnya, Tim menemukan banyak pecahan tembikar dan keramik.
“Pada penelitian ini, ada tiga kotak ekskavasi yang kami lakukan, diantaranya kami beri nama kotak U23T4, kotak U22T23 dan kotak T1S20,” ungkap Ketua Tim Peneliti Ni Putu Eka Juliawati, SS.,M.Si pada acara Desiminasi ekskavasi situs Doro Mpana, ‘menelusuri jejak pemukiman awal kesultanan Dompu’ yang dihadiri oleh Lurah, Tokoh masyarakat, pegiat budaya serta pelajar di Kantor Lurah setempat, Senin (17/9).
Diungkapkannya, sebelum melakukan ekskavasi tim Balai Arkeologi Denpasar yang menggandeng Arkeolog sejarah khusus Tembikar dan Keramik dari Puslit Arkenas RI Soni Wibisono, terlebih dahulu melakukan survei lingkungan serta menggali informasi dari warga masyarakat sekitar. Pada survei lingkungan itu tim menemukan tumpukan batu yang berbentuk benteng pembatas.
Ekskavasi pertama pada kotak U23T4, jelas Ni Putu Eka, tim menemukan banyak tembikar dan keramik yang berbentuk pecahan serta sejumlah potongan batu bata. Dilokasi itu juga ada ditemukan beberapa batu bata yang masih tersusun asli.
“Kami juga menemukan bata yang masih ada bekas pembakaran, hasil analisis awal kami itu adalah bekas tungku api. Tapi memang kami masih harus melakukan analisi lebih lanjut untuk mengetahuinya,” jelasnya.
Selain itu pada sisi sebelah kanan kotak U23T4, juga ditemukan berbagai macam variasi bentuk tepian, namun untuk memastikan itu, pihaknya masih akan menelusurinya.
“Untuk output tepian ini masih akan kami lanjutkan analisisnya di kantor, apakah itu periuk atau wadah lainnya,” terang Ni Putu Eka.
Ekskavasi di kotak U22T23 (Sebelah selatan benteng pembatas) yang lokasinya lebih tinggi dari kotak sebelumnya, tim tidak dapat melanjutkan penggalian, karena saat dibuka pada speed 4 ditemukan batu yang sangat keras, namun dibagian kotak itu juga ada ditemukan pecahan tembikar yang memiliki fariasi hias dan memiliki garis timbul.
“Di dua kotak ekskavasi itu, kita sudah menemukan dua fariasi teknologi yang berbeda. Jadi kita percaya bahwa ide manusia semakin bertambah, dari menghasilkan hal yang sederhana kemudian menghasilkan yang lebih indah, lalu muncullah fariasi-fariasi itu,” katanya.
Temuan yang cukup padat adalah pada kotak ekskavasi yang diberi nama T1S20, masyarakat sekitar menyebutnya itu adalah batu timpa. Batu timpa dimaksud sudah biasa ditemukan oleh masyarakat, hanya saja jenisnya berbeda dengan temuan tim, yang ukurannya lebih tebal.
“Kalau yang ini lebih tebal,” paparnya.
Masih di kotak T1S20, pada dinding bagian baratnya, ditemukan tembikar yang terkonsentrasi, hanya saja tim belum bisa melakukan penggalian karena masih menempel dengan dinding. Di kotak itu juga, tim menemukan fragmen tulang, yang dari hasil analisis sementara bahwa tulang tersebut merupakan tulang rangka manusia.
“Kesimpulan terakhir, tulang yang ditemukan menjelang akhir speed kotak T1S20 itu, masih dilakukan analisis lebih lanjut, nanti akan dikaitkan dengan tradisi penguburan sebelum masa islam, dan
itu perlu kami lakukan perbandingan dengan situs lainya. Jika memungkingkan akan dilakukan tes karbodeting sehingga didapatkan umur absolutnya,” ujar Ni Putu.
Lebih jauh Ni Putu Eka mengungkapkan, hasil ekskavasi dari semua kotak tersebut, di dapat banyak pecahan gerabah tembikar dari berbagai tipe yang kemungkinan berasal dari beberapa sentra produksi yang berbeda.
“Fariasi tutup wadah juga ditemukan banyak sekali, kemudian beberapa keping keramik dan sisa tulang hewan. Fariasi bibir atau tepian tembikarnya lebih banyak bahkan dari bentuk bibirnya juga berfariasi. Dari bentuknya ini kami harus analisis lagi,” ungkapnya.
Selain hasil ekskavasi, tim juga mengumpulkan beberapa keramik temuan warga. Setelah diidentifikasi bahan dan hiasanya, diketahui keramik-keramik tersebut berasal dari beberapa dinasti, diantaranya keramik warna abu-abu berasal dari dinasti Sung Cina pada abad 10 sampai 12 masehi. Keramik berwarna putih biru diketahu berasal dari dinasti Ming pada abad 15 sampai 16 masehi serta keramik yang lebih bagus yang diketahui berasal dari dinasti Cing pada abad 17 sampai 19 Masehi.
“Sedikit keramik dari Vietnam,” tuturnya.
Analisis lainnya kata Ni Putu Eka, jika dikaitkan pertanggalan relatif keramik itu dengan hasil Focus group discussion (FGD) oleh tim peneliti bersama pegiat budaya serta masyarakat yang menyatakan bahwa sultan pertama Dompu itu sekitar tahun 1545 atau pertengahan abad 16, maka sudah nampak benang merahnya. Karena keramik yang ditemukan yang berasal dari dinasti ming lebih mendominasi dibanding keramik dari dinasti Sung dan Cing.
“Untuk itu, kami sangat mengharapkan dukungan dari semu pihak baik itu pemerintah daerah, komunitas budaya serta masyarakat, semoga tahun depan penelitian di situs Doro Mpana bisa kami lanjutkan, sehingga nantinya bisa menghasilkan output yang lebih banyak dan berguna bagi masyarakat,” Pinta Ni Putu Eka. (Mory)